“Pihak-pihak terkait dalam kontroversi pembelian MA-60 harus diperiksa. Bagaimanapun Merpati itu Badan Usaha Milik Negara dan pendanaannya berasal dari uang rakyat,” kata Ecky Awal Muharram, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, dalam siaran persnya, Senin 9 Mei 2011.
Pesawat Merpati Airlines jenis MA-60 jatuh di Teluk Kaimana, dan menewaskan setidaknya 16 penumpang dan awaknya. Insiden ini adalah kasus kedua yang menimpa pesawat jenis MA-60 di Indonesia dan kelima di seluruh dunia.
Insiden ini, kata Ecky, menimbulkan pertanyaan tentang proses pembelian MA-60, karena pesawat jenis itu tidak mempunyai sertifikasi Europa Aviation Safety Agency (EASA) Eropa dan Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat. "Pesawat itu hanya memperoleh sertifikasi otoritas penerbangan China," ujar dia.
Atas dasar itu, Ecky mendesak pemerintah dan pihak terkait lainnya harus mendalami proses pembelian MA-60 yang disepakati melalui kompromi, karena China mengancam akan membatalkan pembiayaan proyek listrik 10.000 megawatt jika Merpati membatalkan kontrak pembelian pesawat.
Ecky mengatakan, sisi lain yang harus diungkap dari proses pembelian MA- 60 adalah ihwal pendanaannya yang menggunakan Sub Loan Agreement (SLA) atau penerusan pinjaman pemerintah kepada Merpati. Mekanismenya, terang Ecky, yakni perjanjian pinjaman dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan Bank Exim China dalam tempo 15 tahun.
Selanjutnya, dari pemerintah, utang diteruskan kepada Merpati “Dengan kata lain, pemerintah menjadi penjamin utang Merpati,” ujar Ecky.
Ecky juga mempertanyakan sikap pemerintah dalam melihat tren resiko kecelakaan MA-60 yang tergolong tinggi di Indonesia dan negara-negara lain. Karenanya, menurut dia, proses pembelian pesawat itu perlu diperiksa dan dikaji kembali. "Karena berpotensi merugikan, mulai dari
membahayakan keselamatan publik sampai merugikan keuangan negara,” tutup dia.( sumber Tempo )
0 komentar:
Posting Komentar