Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina).
Makna Menahan Pandangan
Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan.[1] Namun bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Juga bukan berarti menundukkan kepala ke tanah saja, karena bukan itu yang dimaksud. Lagipula hal seperti itu tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalah menjaga pandangan dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar.
Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang tidak memandang aurat orang lain, tidak mengamat-amati kecantikan/kegantengannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya.[2] Dengan kata lain— غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalah—menahan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah swt dan rasul-Nya[3].
Dalil Kewajiban Menahan Pandangan
Al-Quran:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (An-Nur [24]: 30-31).
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah sebagian. Hal ini menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah swt hanyalah pandangan yang disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja adalah dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).[4]
Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.
Hadits Rasulullah saw:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي (رواه مسلم).
Dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya. (HR. Muslim).
Maksudnya jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.
((لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ)). (رواه مسلم وأحمد وأبو داود والترمذي).
Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).
((يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ؟ فَإِنَّ لَكَ الأُوْلَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ)) [رواه الترمذي وأبو داود وحسنه الألباني].
Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan di-hasan-kan oleh Al-Bani).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).
Penyebab Mengumbar Pandangan
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengumbar pandangannya adalah:
Mengikuti hawa nafsu dan ajakan syaithan
Jahil (tidak tahu) terhadap akibat negatif mengumbar pandangan, diantaranya bahwa mengumbar pandangan itu penyebab utama zina.
Hanya mengandalkan dan mengingat ampunan Allah swt dan lupa terhadap ancaman siksa-Nya.
Melihat atau menyaksikan media yang porno atau berbau pornografi baik cetak, elektronik, atau internet.
Tidak menikah atau menunda pernikahan bagi mereka yang sebenarnya telah siap untuk menikah.
Sering berada di tempat-tempat bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan, seperti pasar atau mall.
Merasakan kelezatan semu ketika memandang yang haram sebagai akibat dari lemahnya iman dan tidak hadirnya keagungan Allah swt dalam hatinya. Karena orang yang merasakan keagungan-Nya pasti akan bersedih kalau berbuat maksiat kepada-Nya.
Godaan dari lawan jenis berupa pakaian yang membuka aurat, ucapan, atau gerakan tubuh yang menarik perhatian.
Akibat Negatif Memandang yang Haram
Rusaknya hati.
Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Seorang penyair berkata:
Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu
Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu.
Engkau tak kan tahan melihat semuanya,
Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya.
Atau seperti percikan api yang membakar daun atau ranting kering lalu membesar dan membakar semuanya:
Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil.
Terancam jatuh kepada zina.
Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina). Penyair berkata:
Bermula dari pandangan, senyuman, lalu salam,..
Lantas bercakap-cakap, membuat janji, akhirnya bertemu.
Lupa ilmu.
Maksudnya Allah SWT menjadikannya pelupa. Contoh: rontoknya hafalan qur’an atau hafalan yang lainnya.
Turunnya bala’
Amr bin Murrah bercerita tentang dirinya: “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Ku harap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”
Merusak sebagian amal.
Hudzaifah ra berkata: “Barangsiapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya berarti ia telah membatalkan puasanya.
Menambah lalai terhadap Allah swt dan hari akhirat.
Rendahnya mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ((لَوِ اطَّلَعَ أَحَدٌ فِي بَيْتِكَ وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، مَا كَانَ عَلَيْكَ جُنَاحٌ)) (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Manfaat Menahan Pandangan
Diantara manfaat menahan pandangan adalah:
Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama.
Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya.
Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi. Imam Syafi’i berkata:
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ العِـلْمَ نُـوْرٌ وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْـدَي لِعَاصِي
Kuadukan kepada Waki’, guruku, tentang buruknya hafalan
Arahannya: “Tinggalkanlah ma’siat.”
Diberitahukannya bahwa ilmu itu cahaya,
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.
4. Mempertajam firasat dan prediksi
Syuja’ Al-Karmani berkata:
مَنْ عَمَرَ ظَاهِرَهُ بِاتِّبَاعِ السُّنَّةِ، وَبَاطِنَهُ بِدَوَامِ الْمُرَاقَبَةِ، وَغَضَّ بَصَرَهُ عَنِ الْمَحَارِمِ، وَكَفَّ نَفْسَهُ عَنِ الشَّهَوَاتِ، وَأَكَلَ مِنَ الْحَلاَلِ- لَمْ تُخْطِئْ فِرَاسَتُهُ.
“Siapa yang menyuburkan lahiriahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal maka firasatnya tidak akan salah.”
5. Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (cinta Allah swt).
Al-Hasan bin Mujahid berkata:
غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ.
“Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah swt akan mewarisi cinta Allah”.
Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan
Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah:
Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati.
Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan.
Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan.
Meyakini manfaat menahan pandangan.
Melaksanakan pesan Rasulullah saw untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram.
Memperbanyak puasa.
Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan).
Bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaqnya.
Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia.
Semoga Allah SWT membimbing kita menjadi orang yang senantiasa menahan pandangan.
[1] Berasal dari kata غَضَّ yang berarti كَفَّ (menahan) atau نَقَصَ (mengurangi) atau خَفَضَ (menundukkan). Lihat: Tajul ‘Arus 1/4685, dan Maqayisul Lughah 4/306.
[2] Yusuf Al-Qaradhawi, Halal & Haram, hlm 171.
[3] Tafsir At-Thabari 19/154, Ibnu Katsir 6/41.
[4] Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi, 1/3918.
(sumber:intimagazine.wordpres.com)
Makna Menahan Pandangan
Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan.[1] Namun bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Juga bukan berarti menundukkan kepala ke tanah saja, karena bukan itu yang dimaksud. Lagipula hal seperti itu tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalah menjaga pandangan dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar.
Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang tidak memandang aurat orang lain, tidak mengamat-amati kecantikan/kegantengannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya.[2] Dengan kata lain— غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalah—menahan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah swt dan rasul-Nya[3].
Dalil Kewajiban Menahan Pandangan
Al-Quran:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (An-Nur [24]: 30-31).
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah sebagian. Hal ini menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah swt hanyalah pandangan yang disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja adalah dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).[4]
Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.
Hadits Rasulullah saw:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي (رواه مسلم).
Dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya. (HR. Muslim).
Maksudnya jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.
((لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ)). (رواه مسلم وأحمد وأبو داود والترمذي).
Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).
((يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ؟ فَإِنَّ لَكَ الأُوْلَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ)) [رواه الترمذي وأبو داود وحسنه الألباني].
Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan di-hasan-kan oleh Al-Bani).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).
Penyebab Mengumbar Pandangan
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengumbar pandangannya adalah:
Mengikuti hawa nafsu dan ajakan syaithan
Jahil (tidak tahu) terhadap akibat negatif mengumbar pandangan, diantaranya bahwa mengumbar pandangan itu penyebab utama zina.
Hanya mengandalkan dan mengingat ampunan Allah swt dan lupa terhadap ancaman siksa-Nya.
Melihat atau menyaksikan media yang porno atau berbau pornografi baik cetak, elektronik, atau internet.
Tidak menikah atau menunda pernikahan bagi mereka yang sebenarnya telah siap untuk menikah.
Sering berada di tempat-tempat bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan, seperti pasar atau mall.
Merasakan kelezatan semu ketika memandang yang haram sebagai akibat dari lemahnya iman dan tidak hadirnya keagungan Allah swt dalam hatinya. Karena orang yang merasakan keagungan-Nya pasti akan bersedih kalau berbuat maksiat kepada-Nya.
Godaan dari lawan jenis berupa pakaian yang membuka aurat, ucapan, atau gerakan tubuh yang menarik perhatian.
Akibat Negatif Memandang yang Haram
Rusaknya hati.
Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Seorang penyair berkata:
Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu
Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu.
Engkau tak kan tahan melihat semuanya,
Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya.
Atau seperti percikan api yang membakar daun atau ranting kering lalu membesar dan membakar semuanya:
Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil.
Terancam jatuh kepada zina.
Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina). Penyair berkata:
Bermula dari pandangan, senyuman, lalu salam,..
Lantas bercakap-cakap, membuat janji, akhirnya bertemu.
Lupa ilmu.
Maksudnya Allah SWT menjadikannya pelupa. Contoh: rontoknya hafalan qur’an atau hafalan yang lainnya.
Turunnya bala’
Amr bin Murrah bercerita tentang dirinya: “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Ku harap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”
Merusak sebagian amal.
Hudzaifah ra berkata: “Barangsiapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya berarti ia telah membatalkan puasanya.
Menambah lalai terhadap Allah swt dan hari akhirat.
Rendahnya mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ((لَوِ اطَّلَعَ أَحَدٌ فِي بَيْتِكَ وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، مَا كَانَ عَلَيْكَ جُنَاحٌ)) (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Manfaat Menahan Pandangan
Diantara manfaat menahan pandangan adalah:
Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama.
Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya.
Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi. Imam Syafi’i berkata:
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ العِـلْمَ نُـوْرٌ وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْـدَي لِعَاصِي
Kuadukan kepada Waki’, guruku, tentang buruknya hafalan
Arahannya: “Tinggalkanlah ma’siat.”
Diberitahukannya bahwa ilmu itu cahaya,
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.
4. Mempertajam firasat dan prediksi
Syuja’ Al-Karmani berkata:
مَنْ عَمَرَ ظَاهِرَهُ بِاتِّبَاعِ السُّنَّةِ، وَبَاطِنَهُ بِدَوَامِ الْمُرَاقَبَةِ، وَغَضَّ بَصَرَهُ عَنِ الْمَحَارِمِ، وَكَفَّ نَفْسَهُ عَنِ الشَّهَوَاتِ، وَأَكَلَ مِنَ الْحَلاَلِ- لَمْ تُخْطِئْ فِرَاسَتُهُ.
“Siapa yang menyuburkan lahiriahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal maka firasatnya tidak akan salah.”
5. Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (cinta Allah swt).
Al-Hasan bin Mujahid berkata:
غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ.
“Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah swt akan mewarisi cinta Allah”.
Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan
Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah:
Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati.
Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan.
Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan.
Meyakini manfaat menahan pandangan.
Melaksanakan pesan Rasulullah saw untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram.
Memperbanyak puasa.
Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan).
Bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaqnya.
Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia.
Semoga Allah SWT membimbing kita menjadi orang yang senantiasa menahan pandangan.
[1] Berasal dari kata غَضَّ yang berarti كَفَّ (menahan) atau نَقَصَ (mengurangi) atau خَفَضَ (menundukkan). Lihat: Tajul ‘Arus 1/4685, dan Maqayisul Lughah 4/306.
[2] Yusuf Al-Qaradhawi, Halal & Haram, hlm 171.
[3] Tafsir At-Thabari 19/154, Ibnu Katsir 6/41.
[4] Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi, 1/3918.
(sumber:intimagazine.wordpres.com)