SELAMAT DATANG DI PKS CIANJUR ZONDA DUA # TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA # FOLLOW KAMI DI TWITTER @pks_cianjur

Jumat, 17 Juni 2011

PKS: PT 5 Persen Bisa Picu Kartel Politik


Jakarta - Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sedang dibahas di DPR. PKS menolak angka 5 persen. Salah satu alasannya karena khawatir munculnya kartel politik.

"Kita mempertimbangkan banyak faktor. Satu, kita sebenarnya ingin memperbaiki sistem politik dengan menyederhanakan partai politik. Tetapi yang kedua kesiapan partai-partai politik juga mesti dipertimbangkan. Jangan sampai menutup pintu sehingga menghasilkan kartel politik," ujar Sekjen PKS, Anis Matta di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat (17/6/2011).

Kartel politik merupakan suatu bentuk relasi antar elite politik yang dicirikan dengan koalisi antar elite dan minimnya kekuatan oposisi. Hal tersebut mengakibatkan terlindunginya para elite politik dari mekanisme akuntabilitas.

Meski demikian, sebenarnya PKS setuju dengan angka PT 5 Persen. Namun, kata Anis, PT 5 persen sebaiknya tidak diberlakukan saat ini.

"Memang paling efektif PT itu idealnya 5 persen. Cuma infrastuktur politik kita tidak dipersiapkan. Dan itu sudah sejak Orde Baru," kata Anis.

Partai besar seperti PDIP dan Golkar memasang PT pada angka 5 persen. Argumentasi yang dikemukakan adalah sistem presidensial tidak bisa ditopang dengan sistem multipartai. Dengan angka 5 persen, maka jumah partai di parlemen akan semakin sederhana.

Namun ide ini ditentang partai-partai gurem seperti PKS, PPP, PAN, Hanura dan Gerindra. Mereka mematok angka 3 persen dengan alasan agar aspirasi masyarakat lebih banyak tertampung karena jumlah partai tidak sedikit. Sementara Partai Demokrat memilih angka moderat, yakni 4 persen.(detik.com)

Al-Qur’an Ruh Kebangkitan Ummat


Generasi para sahabat Nabi disebut sebagai generasi manusia terbaik yang pernah terlahir di dunia ini sepanjang sejarah manusia (khaira ummatin ukhrijat linnas). Asy-syahid Sayyid Quthub dalam Ma’alim fi at-thariq, menjuluki generasi Muslimin itu sebagai “Al-Jiilul-Qur’any Al-Fariid” (generasi Qur’ani yang unik).

Dalam Al-Qur’an wa tafsiruhu disebutkan bahwa munculnya generasi seperti ini setidaknya karena tiga faktor utama yaitu: Pertama, materi Al-Qur’an yang membawa nilai-nilai yang luhur. Kedua, sosok Nabi Muhammad yang paripurna sebagai pembawa amanat ilahi. Ketiga, panduan dari Allah yang selalu menyertai Nabi Muhammad dalam berdakwah. Tiga hal pokok inilah yang menjadikan agama Islam berkembang dengan sangat pesat di seluruh pelosok negeri dalam waktu yang relatif sangat singkat dalam sejarah dakwah para nabi.

Selain ketiga faktor di atas, ada hal lain yang mendukung kemunculan generasi khaira ummah tersebut, yakni kesiapan jiwa para sahabat radhiyallahu anhum untuk selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Inilah kunci kebangkitan mereka. Ini pula kunci kebangkitan kita pada saat ini. Saat ini yang harus kita lakukan adalah mengembalikan maknawiyah ummat—termasuk kita di dalamnya—agar mau berinteraksi dengan Al-Qur’an sebagaimana generasi sahabat.

Ada tiga karakteristik generasi sahabat dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Pertama, menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber utama (al-Qur’an manba-un wahiid).

Generasi sahabat mempersepsikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber dan landasan kehidupan. Adapun hadits adalah tafsir operasional dari sumber utama itu. Mereka mengenal peradaban Romawi, Yunani, Persia, India, dan China yang tercatat sebagai kebudayaan yang maju waktu itu. Bahkan peradaban Romawi dan Persia mendominasi Jazirah Arab dari utara dan selatan. Tetapi yang menjadi sumber dan acuan generasi sahabat hanyalah Al-Qur’an. Sehingga akal, wawasan, ideologi, dan orientasi mereka terbebas dari pengaruh luar yang tidak sesuai dengan manhaj Al-Qur’an.

Sementara generasi berikutnya telah mengalami pembauran sistem dan telah terkontaminasi berbagai polutan dalam memahami sumber utama. Seperti filsafat dan logika Yunani yang banyak mencemari pemikiran pemikir Islam, israiliyat Yahudi dan teologi Nasrani, serta berbagai kebudayaan dan peradaban asing, yang turut mencampuri penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga mengurangi kadar kejernihan pemikiran generasi berikutnya dalam memahami Al-Qur’an.

Kedua, menerima Al-Qur’an untuk diamalkan (manhaj at-talaqqi).

Para sahabat menerima perintah dari Allah persis seperti seorang prajurit menerima perintah dari komandannya. Al-Qur’an diterima untuk diterapkan secara langsung dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Bukan ditujukan untuk menyingkap rahasia alam, sains, atau pengayaan materi-materi ilmiah. Karena Al-Qur’an bukan buku seni, sains, atau sejarah, sekalipun semuanya terkandung di dalamnya. Sesungguhnya ia diturunkan sebagai pedoman hidup (minhajul hayah).

Ketiga, Isolasi (mufashalah) dari persepsi lama.

Selain menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber utama—yakni dengan membebaskan akal, wawasan, ideologi, dan orientasi dari pengaruh luar—para sahabat pun membersihkan jiwanya dari noda dan kotoran masa lalu di masa jahiliyyah dengan petunjuk Al-Qur’an. Mereka memulai hidup baru yang sama sekali berbeda dengan masa lalunya. Interaksinya dengan Al-Qur’an telah merubah total lingkungan, kebiasaan, adat, wawasan, ideologi, serta pergaulannya.

Ketiga karakteristik inilah yang tidak dimiliki oleh generasi berikutnya, sehingga tidak bertahannya nilai-nilai ke-Islam-an yang utuh dalam persepsi dan mata hati mereka. Dr Muhammad Al Ghazali berkata, “Generasi pertama terangkat kemuliaannya karena menempatkan Alquran di atas segala-galanya. Sedangkan generasi sekarang jatuh kemuliaannya karena menempatkan Alquran di bawah nafsu dan kehendak dirinya”.

Fenomena Hari Ini

DR. Yusuf Qaradawi dalam salah satu ceramahnya mengungkapkan bahwa saat ini kondisi ummat Islam tidak tepat dalam bersikap terhadap Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al Qur’an terlupakan, mereka menghapal huruf-hurufnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur’an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur’an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur’an. Di antara mereka ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur’an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur’an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:

“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al An’aam, 6: 155).

Saat ini ummat Islam baru menunaikan kewajibannya terhadap Al-Qur’an sebatas penjagaan dan pemeliharaan saja. Ummat Islam juga menaruh perhatian yang sangat besar dalam mengajarkan Al-Qur’an agar dibaca dan dihafalkan oleh anak-anak mereka. Apa yang mereka lakukan itu memang sudah merupakan pekerjaan besar. Namun belumlah cukup jika hanya berhenti sampai pada titik itu saja.

Membaca dan mendengar Al-Qur’an dengan Tadabbur

Merenungi (tadabbur) Al-Qur’an merupakan keharusan baik ketika membaca atau saat mendengarkannya. Itulah yang dulu diperbuat oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka senantiasa membaca (tilawah) Al-Qur’an, merenungkan dan mengamalkannya. Mereka tidak beranjak dari satu ayat ke ayat lainnya, dari satu surat ke surat yang lainnya, kecuali setelah mereka benar-benar memahami dan mengamalkannya.

عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا مَنْ كَانَ يُقْرِئُنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُمْ كَانُوا يَقْتَرِئُونَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَشَرَ آيَاتٍ فَلاَ يَأْخُذُونَ فِى الْعَشْرِ الأُخْرَى حَتَّى يَعْلَمُوا مَا فِى هَذِهِ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ. قَالُوا فَعَلِمْنَا الْعِلْمَ وَالْعَمَلَ. (أحمد)

Riwayat dari Abi Abdul Rahman as-Sulamiy (seorang tabi’in), ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami orang yang dulu membacakan kepada kami yaitu sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka dulu mendapatkan bacaan (Al-Qur’an) dari Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh ayat, mereka tidak mengambil sepuluh ayat yang lainnya sehingga mereka mengerti apa yang ada di dalamnya yaitu ilmu dan amal. Mereka berkata, ‘Maka kami mengerti ilmu dan amal.’” (Hadits Riwayat Ahmad nomor 24197, dan Ibnu Abi Syaibah nomor 29929)

Oleh karena itu, para ulama pada masa lalu dijuluki dengan julukan Al-Qurra’ (orang yang banyak membaca Al-Qur’an). Arti membaca (qira’ah, tilawah) bukanlah sekedar membaca tanpa memahami maksud dan maknanya, sebagaimana banyak terjadi pada masa-masa sekarang ini. Akan tetapi Al-Qari’ (pembaca) adalah identik dengan Al-‘Alim (orang yang mengetahui). Dan Al-Qurra’ berarti para ulama dan para pakar hukum Islam.

Begitupula mendengarkan Al-Qur’an bukanlah sekedar mendengar atau hanya menikmati keindahan lagu dan suara merdu pembacanya. Akan tetapi mendengar disini harus disertai dengan merenungkan arti dan maksudnya.

Bagaimanakah kondisi manusia pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam saat mendengar Al-Qur’an?

Allah SWT berfirman,

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).” (QS. Al-Maidah, 5: 83).

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu‘.” (QS. Al-Isra’, 17: 107 – 109).

“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan, 25: 73)

“…dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfaal, 8: 2).

Begitulah mereka saat mendengar bacaan Al-Qur’an; mencucurkan air mata, menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, menangis dan bertambah khusyu, mendengar dengan penuh kesungguhan, sehingga bertambahlah iman mereka.

Bagaimanakah dengan kita?

Harus kita akui, cukup banyak di antara kita orang-orang yang apabila dibacakan Al-Qur’an, hatta yang mengandung ancaman-ancaman yang dahsyat, malah bersikap acuh-tak acuh; tidak terpengaruh, seolah-olah tidak mendengar sesuatu yang luar biasa.

Yusuf Qaradawi mengatakan bahwa kondisi ummat Islam yang tidak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an tersebut, sangat difahami dengan baik oleh musuh-musuh Islam. Sehingga mereka tidak risau untuk menyiarkan bacaan Al-Qur’an di berbagai pemancar radio mereka.

Radio zionis Israel tidak segan-segan menyiarkan bacaan Al-Qur’an, demikian juga Radio London, dan Suara Amerika. Seolah-olah mereka yakin bahwa Al-Qur’an tidak akan berpengaruh sedikit pun kepada kita.

Padahal pada masa lalu, ketika Al-Qur’an dibacakan kepada orang-orang Arab, ia mampu menggoncangkan dan merubah peradaban secara total. Orang-orang musyrik sangat takut terhadap Al-Qur’an walaupun hanya dibaca. Mereka menghalangi anak-anak dan wanita-wanita mereka agar tidak mendengar Al-Qur’an.

“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka’.(QS. Fushilat, 41: 26).

Berinteraksilah dengan Al-Qur’an, Islam pasti jaya!

“Selama kaum Muslimin masih memegang Al-Qur’an di tangan mereka, maka Eropa tidak akan mampu mencengkramkan kekuasaannya di negeri-negeri Timur!”

Kalimat ini diungkapkan pada abad 18 oleh William Gladstone, PM Inggris zaman Ratu Victoria. Dari kata-katanya yang penuh kedengkian ini kita dapat memahami bahwa kekuatan kaum Muslimin sesungguhnya terletak pada sejauh mana komitmennya terhadap Al-Qur’an. Inilah kekuatan dahsyat yang menjadi kunci kebangkitan dan kejayaan mereka. Inilah kunci menuju kemenangan dan kemuliaan mereka. Sejarah telah berbicara sebagai fakta abadi; bahwa ummat ini dapat memperoleh izzahnya dengan Al-Qur’an. Dan merekapun Allah kerdilkan karena meninggalkan Al-Qur’an.

Renungkanlah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:

اِنَّ اللّهَ يَرْفَعُ بِهَاذَاالكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ آخَرِيْنَ (مسلم)

“Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini (Al-Qur’an) meninggikan derajat kaum-kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang lain.” (HR. Muslim).

Maksud hadits ini menurut DR. Muhammad Faiz Almath, “Barangsiapa yang berpedoman dan mengamalkan isi Al-Qur’an, maka Allah akan meninggikan derajatnya, tapi barangsiapa yang tidak beriman kepada Al-Qur’an, maka Allah akan menghinakannya dan merendahkan derajatnya.”

Oleh karena itu mereka yang rindu pada kebangkitan ummat Islam, harus segera membuka katup jiwanya dan memenuhinya dengan kesejukan Al-Qur’an. Biarlah ia mengalir mengisi relung-relung jiwa, menyegarkan iman, membersihkan pikiran, dan membuahkan amal. Mereka harus mengiringi langkah-langkahnya dengan kekuatan kalamullah, sebagaimana generasi pertama mereka memulai langkah-langkahnya dengan kekuatan itu.

Ingatlah kata-kata bijak Imam Malik, “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”

Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan dan ketertinggalan mereka selain dari kembali kepada Al Qur’an ini. Dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur’an sebagai petunjuk:

“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?.” (QS. An Nisaa, 4: 122)

Maraji’:

Al-Qur’an wa tafsiruhu, Kementerian Agama RI

Berinteraksi dengan Al Qur’an, Dr. Yusuf al Qaradhawi

http://hidayatullah.or.id/in/sistematika-wahyu-dokumen-online-88/56-profil-generasi-qurani/79-profil-generasi-qurani.html?showall=1

Gambaran Terjaganya Kemurnian Islam, Hartono Ahmad Jaiz

1100 Hadits Terpilih, DR. Muhammad Faiz Almath
( intimagazine )

Ketergantungan kepada Fasilitas


Oleh : Cahyadi Takariawan

Lihatlah hidup kita saat ini, betapa tergantungnya kita dengan teknologi. Anda pernah bepergian sementara handphone anda tertinggal di rumah? Bagaimana perasaan anda sehari tidak memegang handphone? Kita merasa menjadi orang yang kesendirian di dunia ini dan bahkan merasa “tidak punya apa-apa”.

Anda merasa pernah direpotkan oleh komputer, atau layanan internet yang lambat? Atau anda pernah merasa jengkel sekali karena motor atau mobil anda rusak, padahal anda memerlukan untuk kegiatan di tempat yang jauh dan memerlukan sarana transportasi ? Kadang kita merasa jengkel karena AC ruangan yang tidak dingin, atau karena soundsystem yang bermasalah di tengah kegiatan yang kita laksanakan.

Sebagian aktivitas pelatihan sangat bergantung kepada bagusnya tata lampu dan hebatnya soundsystem atau bagusnya audio visual. Begitu tata lampu dan soundsystem bermasalah, acara menjadi tidak optimal atau bahkan dibatalkan. Begitu kondisi audio visual bermasalah, semua acara menjadi berantakan. Rapat bisa ditunda karena lampu padam, atau karena perlengkapan soundsystem yang tidak berfungsi. Sebagian trainer bergantung kepada laptop dan lcd projector. Sebuah training bisa batal karena laptop dan projector yang tidak tersedia, atau keduanya ada namun tidak kompatibel.

Tentu kita semua pernah mengalami perasaan bergentung kepada teknologi. Saya juga memiliki banyak kisah tentang hal seperti ini.

Nissan Terano. Tentu saja ada kesan mewah, gagah dan bergengsi begitu nama mobil ini disebutkan. Saya merasa sangat bersyukur, seorang teman berkenan meminjamkan mobil tersebut untuk kegiatan saya di Sulawesi Selatan. Alhamdulillah, berarti akan banyak kemudahan saya dapatkan dalam menunaikan aktivitas dakwah. Insyaallah akan semakin optimal pula dalam hasilnya.

Begitu mobil saya dapatkan, tanpa memeriksanya terlebih dahulu, langsung saya gunakan untuk menghadiri undangan kegiatan pelatihan di Mamuju, Sulawesi Barat. Sore hari bakda Asar saya berangkat meninggalkan Makassar menuju Mamuju, ditemani Latang, yang setia membersamai saya selama kegiatan di Sulawesi Selatan. Saya sangat yakin dengan kondisi mobil tersebut, dan merasa tidak perlu ada sesuatu yang dikhawatirkan.

Perjalanan dari Makassar cukup lancar, hingga di Kabupaten Parepare. Saya memegang kemudi dengan cukup nyaman. Selepas shalat maghrib yang dijamak dengan Isya dan makan malam, Latang ganti memegang kendali mobil. Semenjak itu terasa ada beberapa permasalahan yang membuat perjalanan serasa tidak nyaman. Sering sekali mesin mobil mati sendiri, terutama saat melewati jalan berlubang dimana harus memperlambat kecepatan. Saat gas dikurangi atau bahkan dilepas karena menginjak rem, mesin langsung mati. Begitu mesin mobil mati, untuk menghidupkan kembali memerlukan waktu tersendiri.

Kami menduga ada masalah dengan aki mobil, sehingga sulit untuk menghidupkan mesin. Namun karena waktu sudah malam, tidak ada lagi bengkel untuk memeriksakan kondisi mobil. Apalagi banyak melewati hutan dan tempat-tempat yang tidak ada penduduknya. Kami teruskan saja berjalan, walau mesin sering mati dan kami harus sabar untuk menghidupkannya kembali. Alhamdulillah dengan izin Allah kami berhasil sampai di Mamuju jam 04.00 wita pagi hari.

Acara Pelatihan di Mamuju dimulai jam 09.00wita. Sembari saya memberikan materi pelatihan di forum, mobil dibawa masuk bengkel. Kurang lebih jam 12.00wita mobil dinyatakan baik dan siap dipakai setelah mengalami perbaikan. Saya merasa bersyukur dan lega atas informasi tersebut.

Siang itu usai shalat Dhuhur kami meneruskan perjalanan dari Mamuju menuju kabupaten Wajo untuk menghadiri undangan kegiatan. Diperkirakaan paling lambat jam 21.00wita sudah sampai lokasi, bahkan kami targetkan saat Isya sudah berada di lokasi.

Saya memegang kendali mobil dari Mamuju hingga Majene. Rasanya memang tidak ada lagi masalah dengan mobil ini. Namun begitu kami meneruskan perjalanan dari Majene menuju Wajo, mulai muncul banyak persoalan lagi. Latang yang memegang kendali mobil harus berhenti mendadak setelah melihat tanda di dashboard bahwa mesin mobil sudah terlalu panas. Jarum hampir menempel di garis merah yang menandakan ada kondisi overheat.

Sembari berhenti untuk shalat maghrib dan Isya di wilayah kabupaten Pinrang, kami periksa kondisi mesin. Ternyata air radiator habis, dan harus diisi lagi. Namun setelah saya perhatikan, ada kebocoran serius pada radiator, tampak dari tetesan air yang cukup deras. Kami paksakan berjalan lagi sambil terus memperhatikan tanda di dashboard. Benar, baru sepuluh menit berjalan, sudah menunjukkan tanda panas yang hampir mencapai tanda merah. Kami berhenti lagi dan mengisi air radiator. Begitulah beberapa kali kami berjalan dan setiap sepuluh menit harus berhenti untuk mengisi air radiator.

Hingga menjelang masuk kabupaten Sidrap, kami perhatikan kebocoran radiator sudah sangat parah dan rasanya tidak mungkin untuk memaksakan meneruskan perjalanan. Namun hari sudah malam, dan pasti akan sulit mencari bengkel yang masih buka. Saat itu kami berhenti tepat di depan sebuah masjid, karena sekalian untuk memudahkan mengambil air pengisi radiator. Melihat ada mobil mogok di depan masjid, beberapa orang menengok kami dan menanyakan permasalahan mobil.

Akhirnya mereka beramai-ramai mendorong mobil, karena memang tidak berhasil dihidupkan mesinnya, sekaligus menunjukkan bengkel mobil yang bisa diketuk pintunya untuk dimintai tolong. Ternyata bengkel terletak tidak jauh dari lokasi mogoknya mobil, dan benar, bengkel bisa diketuk sehingga teknisinya memeriksa mobil kami.

“Ini sudah malam pak, dan saya perlu istirahat. Mobil baru bisa saya kerjakan besok pagi, jadi harus bermalam disini”, jawab bengkel.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22 lewat, dan akhirnya mobil kami tinggal di bengkel di wilayah Sidrap. Untuk meneruskan perjalanan, saya mengontak Bahran, seorang aktivis dakwah di Pinrang dan Rusli, aktivis dakwah di Sidrap. Mereka berdua tiba dalam waktu yang hampir bersamaan. Akhirnya kami meneruskan perjalanan menuju Wajo, diantar oleh mobil Rusli. Sementara Bahran mengurus mobil yang kami tinggal di bengkel.

Kami masih menyempatkan makan malam burung belibis goreng, khas di Sidrap, karena memang belum sempat makan malam. Tiba di Wajo sudah pukul 24.00wita, kami langsung menuju lokasi acara kegiatan. Ternyata acara pelatihan –yang sedianya saya hadiri sebagai salah satu pemateri– baru saja berakhir. Kami mengobrol dengan para panitia yang masih ada di lokasi, dan kemudian menuju penginapan.

Keesokan paginya saya ada sesi tambahan, menggantikan sesi yang hilang semalam. Setelah semua kegiatan selesai di Wajo, siang itu kami menuju Sidrap untuk mengambil mobil, diantar oleh Ambo Upe, seorang aktivis dakwah di Wajo. Tiba di Sidrap sudah masuk waktu Isya, dan setelah makan bebek goreng khas Sidrap, kami meneruskan perjalanan ke Makassar dengan mobil yang telah selesai diperbaiki di bengkel. Kembali perasaan aman saya rasakan, karena mobil dinyatakan dalam keadaan baik dan siap dipakai. Mobil dikemudikan Latang.

Awalnya perjalanan dari Sidrap lancar saja, namun sesampai di pom bensin Bojo, kabupaten Parepare, mobil kembali mendapatkan masalah. Lampu mobil mati, baik lampu jauh maupun lampu dekat. Tentu saja mobil tidak bisa meneruskan perjalanan tanpa lampu. Kami berhenti untuk mencoba memperbaiki lampu, namun tidak berhasil. Kami juga berusaha mencari bengkel terdekat namun tidak ditemukan. Akhirnya saya mengontak Saiful, seorang aktivis dakwah di Parepare untuk mendatangkan teknisi mobil agar memperbaiki lampu.

Tak lama kemudian datanglah bantuan dari Parepare. Ternyata yang datang Iqbal datang bersama seorang teknisi yang memperbaiki kerusakan lampu. Alhamdulillah, lampu berhasil diperbaiki. Kami meneruskan perjalanan menuju Makassar, dan tiba di Makassar sudah jam 02.30wita.

Masyaallah, perjalanan yang sangat mengasyikkan. Penuh dengan cobaan, rintangan dan permasalahan. Inilah jalan dakwah. Inilah jalan perjuangan. Selalu ada kendala, selalu ada hambatan, selalu ada kesulitan. Semakin besar kesulitannya, semakin besar pula pahalanya, insyaallah.

Namun di balik itu semua, saya mendapatkan banyak pelajaran dan tarbiyah yang amat berharga. Pertama, adalah tentang apresiasi kita terhadap fasilitas, atau terhadap teknologi. Seluruh fasilitas dalam kehidupan tentu sangat membantu kita dalam melaksanakan kegiatan, sejak dari kegiatan pribadi, sosial, bisnis, politik, juga dakwah. Namun apabila apresiasi kita berlebihan hingga ke tingkat ketergantungan, banyak sekali hal yang justru tidak didapatkan. Artinya, kita harus proporsional dalam mengapresiasi fasilitas dan teknologi, dan selalu berpikir jalan keluar jika kondisinya tidak seperti yang kita harapkan.

Kedua, kita tidak boleh menjadi manja akibat fasilitas. Kadang karena tergantung dengan fasilitas, membuat kita menjadi manja. Tidak berangkat kegiatan karena motornya rusak. Tidak berangkat aktivitas karena mobilnya mogok. Tidak jadi menggelar rapat karena lampu ruangan tidak menyala. Pelatihan dibatalkan karena audio visual tidak sempurna, dan lain sebagainya. Kita harus selalu mencari alternatif, dan selalu menyediakan jalan keluar, jika fasilitas yang kita miliki tidak sesuai keinginan.

Ketiga, kegiatan dakwah selalu ada hambatan dan rintangan. Betapapun semua sudah direncanakan dengan matang, sudah dirancang dengan serius, sudah dibahas dengan detail, namun dalam pelaksanaannya pasti akan selalu dijumpai hambatan dan rintangan. Selalu ada kendala, selalu ada gangguan, selalu ada ujian. Perjalanan dari Makassar menuju Mamuju, saya bayangkan akan sedemikian lancar karena menggunakan Nissan Terano. Namun ternyata justru banyak kendala. Perjalanan dari Mamuju menuju Wajo saya bayangkan akan lancar, ternyata justru harus mendorong mobil ke bengkel di tengah malam.

Keempat, harus selalu menyiapkan jiwa untuk menghadapi hal yang tidak diduga. Hidup kita seringkali penuh kejutan. Dalam kegiatan dakwah juga dijumpai banyak hal yang tidak seperti rencana. Banyak kejadian yang tak dibayangkan. Banyak peristiwa yang tiba-tiba. Jiwa kita harus disiapkan untuk menghadapi segala jenis peristiwa, baik yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan; yang menguntungkan ataupun merugikan. Jika jiwa kita tidak siap menghadapi kejadian yang tidak diduga, akan menimbulkan respon yang berlebihan dan tidak semestinya.

Kelima, pentingnya persahabatan dan persaudaraan. Saya merasa sangat bahagia karena memiliki banyak sahabat dan saudara. Dimanapun kita berada, selalu bertemu sahabat dan saudara yang siap membantu saat kita menemukan kesulitan. Saat malam hari mobil mogok di wilayah Sidrap, saya tidak bingung harus berbuat apa. Saya segera mengontak sahabat yang berada di dekat lokasi. Alhamdulillah bertemu dengan Bahran dan Rusli, yang akhirnya membantu mengantarkan saya menuju lokasi acara di Wajo. Demikian pula saat mobil mati lampu di Parepare, saya segera mengontak sahabat yang berada di sekitar lokasi. Alhamdulillah bertemu Iqbal.

Nissan Terano itu memberikan banyak pelajaran berharga kepada saya. Latang yang membersamai perjalanan saya banyak memberikan pelajaran berharga pula. Semua kejadian dalam hidup kita tidak pernah ada yang sia-sia, selama kita mampu mengambil hikmahnya.

Gubernur Janji Permudah Izin Pengusaha Baru


INILAH.COM, Bandung - Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berjanji akan mempermudah izin usaha kepada usahawan baru. Pasalnya, peran dan kontribusi pengusaha sangat dibutuhkan sebagai entitas pertumbuhan ekonomi.

"Dorongan menjadi pengusaha bukan semata-mata dorongan nasional, tetapi keyakinan dan keagamaan. Tugas Pemprov Jabar mendukung upaya menumbuhkan usahawan baru melalui regulasi yang ramah investasi," ungkap Heryawan pada acara "Puncak Hari Ulang Tahun ke-39 Hipmi dan Deklarasi Hipmi PT" di Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika, Rabu (15/6/2011).

Menurut Heryawan, Pemprov Jabar akan terus mendukung pengusaha agar bertambah sehingga rasionya semakin memadai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk.

Selain itu, pemprov juga mendorong regulasi ramah investasi sehingga diharapkan penanaman modal terus meningkat yang akhirnya akan mendorong peningkatan ekonomi.

"Hipmi telah membuktikan sebagai pengusaha pejuang dan pejuang pengusaha. Hipmi pun perlu membuktikan menyelesaikan masalah sendiri, lalu orang lain. Misalnya volume kerja bertambah, maka semakin banyak orang yang tertolong," jelasnya. [jul]

Pemprov Jabar Genjot Teknologi Tepat Guna


INILAH.COM, Bandung - Para pelaku usaha dan masyarakat dituntut memiliki kompetensi serta daya saing yang lebih tinggi dan berskala global.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berharap nilai tambah serta produktivitas pelaku usaha dan masyarakat dalam berbagai bidang akan turut meningkat.

"Jika produktivitas meningkat, maka pendapatan bertambah sehingga akan mendorong kemajuan usaha serta tingkat kesejahteraan secara berkesinambungan. Namun tidak kita pungkiri sebagian besar pelaku usaha dalam negeri masih dihadapkan pada keterbatasan, diantaranya teknologi yang menjadi kunci utama keberhasilan usaha," jelas Heryawan dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Rabu (15/6/2011).

Akibat keterbatasan teknologi, lanjut Heryawan, proses produksi sering menjadi tidak efektif dan efisien karena memakan waktu lebih lama dan biaya produksi lebih besar. Selain terus mengintensifkan pembinaan usaha serta penguatan pada aspek permodalan, pemahaman mengenai teknologi tepat guna (TTG) harus terus diinternalisasikan.

"Pemprov Jawa Barat telah melakukan pembinaan TTG dengan membentuk Tim Koordinasi TTG di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek) di tingkat kecamatan dan Warung Teknologi Tepat Guna (Wartek) di tingkat desa/kelurahan," ungkapnya.

Menurut Heryawan, Tim Koordinasi TTG diharapkan segera menjalankan fungsinya secara optimal, khususnya memberikan kemudahan pelayanan teknis, informasi, dan orientasi berbagai jenis TTG kepada masyarakat. Selain itu perlu juga melakukan koordinasi dan fasilitasi inovasi TTG melalui lomba secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

"Langkah lainnya berupa fasilitas perlindungan hukum terhadap inovasi TTG melalui sertifikasi hak paten, mendorong pemasyarakatan TTG melalui kegiatan pameran, lokakarya dan media massa, mendorong penerapan TTG oleh masyarakat melalui supervisi dan pelatihan, pemberian penghargaan, bantuan langsung, dan pendampingan, serta monitoring atau evaluasi," tegasnya. [gin]

Kamis, 16 Juni 2011

Hidayat Nur Wahid: Kejujuran Sangat Mahal


VIVAnews – Mantan Ketua MPR Hidayat Nurwahid prihatin atas insiden pengusiran warga terhadap keluarga Ny Siami, setelah wanita ini melaporkan contek massal di SDN Gadel 2, Surabaya. Kejujuran Siami berbuah pahit. Ia dituding mencemarkan nama baik sekolah dan kampung.

“Kejujuran sangat mahal,” kata Hidayat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 15 Juni 2011. Ia berharap, Pemkot Surabaya, Kanwil Diknas Surabaya, Pemprov Jawa Timur, dan Mendiknas berpihak kepada murid dan orangtua yang jujur dan berani.

“Masyarakat yang mengucilkan mereka juga harus diberi pemahaman. Keberpihakan Kanwil Diknas terhadap mereka diharapkan bisa mengatasi kemarahan warga,” ujar Hidayat. Politisi PKS itu menyatakan, dia sejak dulu mengkritisi sistem Ujian Nasional yang kerapkali menimbulkan masalah.

“Guru membantu murid saat UN. UN ini jelas harus diperbaiki,” tegas Hidayat. Menurutnya, pembenahan pendidikan tidak semata mengandalkan nilai-nilai ujian, tapi juga harus mengedepankan karakter kejujuran murid dan guru. “Ingat, reformasi mencita-citakan pendidikan yang menghadirkan akhlak mulia,” imbuh Hidayat.

Sebelumnya, anak Siami yang cerdas, Al, dipaksa gurunya memberikan contekan kepada teman-temannya pada UN 10-12 Mei 2011 lalu. Siami kemudian melaporkan guru SDN 2 Gadel, tempat anaknya bersekolah. Namun ia justru dibenci, dicaci, dan diusir oleh warga kampungnya.

Siami, ibu rumah tangga yang sehari-hari bekerja sambilan sebagai penjahit gorden itu, akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke rumah orang tuanya di Gresik, bersama dengan seluruh anggota keluarganya. Rumahnya di Gadel pun ditinggal dalam penjagaan polisi. (umi)
• VIVAnews

PKS Minta Pro-Kontra Ambang Batas Parlemen Diselesaikan


TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid mendesak perbedaan pendapat dalam pembahasan angka parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen dalam rancangan Undang-Undang Pemilu segera diakhiri. "Saya khawatir ini yang menghabiskan waktu rekan-rekan DPR," ujar Hidayat usai saresehan budaya di Gedung DPR, Rabu 15 Juni 2011.

PKS sendiri lebih cenderung memilih angka ambang batas yang bisa dipilih antara 3 sampai 4 persen. "Yang penting ada progresnya dari pemilu sebelumnya." katanya. "Tarik menarik PT soal biasa di politik karena ada koor yang rendah dan ada koor yang tinggi. Ini harus segera selesai biar bisa membahas pasal yang lain,"

Eks Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini juga mendesak dalam undang-undang pemilu nantinya ada pasal yang membahas soal politik uang, yaitu ada pasal yang mengharamkan atau mengkriminalkan pelaku politik uang. "Partai politik dan kandidat yang melakukan politik uang dalam batas tertentu bisa didiskualifikasi jadi peserta pemilu," katanya. "Ini yang ingin PKS dorong. Kalau PT masih belum ada keputusan, pasal ini bisa jadi tidak bisa masuk,"

Sementara itu, Puan Maharani, Ketua DPP Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengatakan partainya mengusulkan ambang batas parlemen adalah lima persen.

Puan menegaskan PDIP tentunya bisa melakukan kompromi soal ambang batas yang sampai saat ini belum mencapai kata final. "Ini masih dikomunikasikan secara formal dan internal. Kita lihat saja apa hasil pembahasan Baleg dan Komisi II," ujarnya. "PDI Perjuangan masih mengusulkan angka lima persen."

Rabu, 15 Juni 2011

Waduh... Taufik Ismail Pesimis dengan Masa Depan Indonesia


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Budayawan Taufik Ismail merasa pesimis terhadap masa depan Indonesia, karena bangsa ini semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila. Saat membacakan puisinya di acara sarasehan 'Pancasila Sebagai Modal Sosial Bangsa dan Konsensus Nasional Dalam Bingkai NKRI' di Gedung DPR Jakarta, Rabu, Taufik mengemukakan keprihatinan atas kondisi kebangsaan di Indonesia yang kian jauh dari nilai-nilai Pancasila melalui bait-bait puisinya. "Saya membuat puisi itu diawali dengan rasa pesimistis terhadap masa depan bangsa ini," ujar Taufik.

Dalam puisinya yang berjudul 'Kini Kita Teringat Pada Pancasila yang Dilupakan' Taufik mengatakan bahwa realitas kehidupan masyarakat Indonesia telah jauh menyimpang dari falsafah sila-sila Pancasila. Ia menggambarkan bagaimana sila kelima Pancasila, yakni keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, telah sengaja dilupakan dengan membiarkan rakyat menanggung beban hutang negara sebesar Rp 1.600 triliun. "Kita picingkan kedua mata agar tak melihatnya," katanya.

Menurut dia, kerinduan bangsa Indonesia adalah bagaimana menjadikan Pancasila sebagai acuan kerja seluruh rakyat Indonesia. Namun persoalannya, apakah bangsa Indonesia benar-benar mau untuk itu atau tidak. "Sekarang terserah pada kita mau kembali kepada Pancasila, atau mengabaikannya," tutur Taufik.

Selain Taufik Ismail, dalam acara yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR RI itu juga hadir Gubernur Lemhanas Budi Soesilo Soepandji, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani, Wakil Rektor Bagian Nonakademik Universitas Pertahanan Prof. Dr. Laksda Setyo Harnowo, dan wartawan senior harian Kompas Dr. Ninok Leksono sebagai pembicara.

F-PKS Sambut Baik Pembentukan Panja Hasil Pemilu 2009


Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyambut baik dibentuknya Panitia Kerja (Panja) Penyimpangan Hasil Pemilu 2009.

Menurut Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal, pembentukan Panja tersebut akan mengungkap misteri yang selama ini ada terkait hasil Pemilu 2009.

"Bagus sekali soal Panja, karena ada misteri yang mengganjal pada pemilu 2009 seperti membebani ekspresi berdemokrasi kita pasca pemilu, seolah-olah masih ada kecurigaan antara elit politik nasional dan masih terlihat sampai sekarang meskipun PKS tak terlibat sama sekali," kata Mustafa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Mustafa, misteri hasil Pemilu 2009 sebenarnya ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kita ingin Panja segera menjernihkan persoalan. Misteri itu ada di KPU. Sekarang secara transparan untuk selesaikan semua pihak," katanya.

Ia juga berharap Panja tersebut tidak melebar ke mana-mana. Kalaupun ada, maka harus disikapi secara politik.

"Kalau merembet ke yang lain, akan lebih besar dampaknya. Ada proses politik untuk menyelesaikan, kalau dilimpahkan ke hukum, tidak cukup. Penyelesaian politk tidak mengabaikan fakta-fakta hukum," ungkap Mustafa.

Komisi II DPR RI sepakat untuk membentuk Panja guna menuntaskan laporan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang melaporkan mantan anggota KPU Andi Nurpati karena dugaan pemalsuan dokumen penetapan calon anggota DPR RI. (zul)

(ANTARA)

Selasa, 14 Juni 2011

Ri’ayah Dakwah


Oleh: KH. Hilmi Aminuddin, Lc.

Untuk menjamin nishabul baqa (angka atau quota yang aman bagi eksistensi gerakan dakwah), qudratu ‘ala tahammul (kemampuan memikul beban / tanggung jawab), dan hayawiyatul harakah (dinamika gerakan); perlu dilakukan ri’ayah da’wah, yang meliputi:

Ri’ayah Tarbawiyah

Ini sangat penting sebagai basis dari sebuah program. Sebuah recovery tarbiyyah. Walaupun kita juga harus tawazzun (seimbang), dalam arti, sering saya ingatkan bahwa kita ini harakah Islamiyah bukan harakah tarbawiyyah. Walaupun kita faham bahwa tarbiyah itu bukan segala sesuatu dalam jamaah ini—karena ia hanya juz’iyyatul ‘alal amal islami, tapi dia sangat menentukan segala sesuatu. Makanya jangan lalai dalam tarbiyah ini. Saya pun bertanggung jawab jangan sampai terjadi tawaruth siyasi (larut dalam dunia politik).

Hasil tarbiyah ini jangan dibatasi manfaatnya menjadi tarbiyah untuk tarbiyah. Artinya moralitas, idealisme, dan semangat yang dihasilkan tarbiyah itu jangan hanya dirasakan ketika ia menjadi murabbi saja. Tapi harus dirasakan juga produk tarbiyah itu baik secara moralitas, idealisme, akhlak, hayawiyah, semangat ke dalam dunia politik. Aktif dalam sektor bisnis, eksekutif, budaya, sosial, dan peradaban; perasaan bahwa mereka juga harus merasakan tarbiyah. Jangan sampai produk-produk tarbawi hanya semangat ketika mentarbiyah saja. Ketika di dunia politik dia lesu, di dunia ekonomi memble, di dunia sosial kemasyarakatan ketinggalan, dalam seni budaya jauh di urutan ke berapa.

Tarbiyah harus bisa memacu, memberikan semangat, memberikan moralitas tinggi, idealisme tinggi dalam segala bidang. Itu sebetulnya sudah kita rasakan, dan semakin kita butuhkan ketika kita semakin besar. Jangan sampai potensi apa pun yang ada tidak mendapat sentuhan tarbawi tersebut. Jangan terjadi apa yang dinamakan al-izaaban (pelarutan). Jangan sampai ketika aktif di bidang politik terjadi izaabatu syakhsiyyatul islamiyyah (pelarutan kepribadian islami), atau aktif di bidang ekonomi terjadi izaabatul akhlaqul islamiyyah. Pelarutan-pelarutan itu insya Allah tidak akan terjadi atau bisa diminimalisir jika tarbiyah kita konsisten.

Ri’ayah Ijtima’iyah

Kemampuan kita melakukan komunikasi sosial, baik dalam jama’ah sendiri atau juga di masyarakat, tahsinul ‘alaqotul ijtima’iyyah (perbaikan hubungan kemasyarakatan) ini sangat dibutuhkan dalam peran kita sebagai da’i.

Ri’ayah Tanzhimiyah

Jaringan struktur kita sebagai jalur komando harus solid. Agar cepat dan tepat, bisa menyalurkan program-program dari pusat sampai ke daerah-daerah.

Ri’ayah Iqtishadiyah

Ekonomi ini menjadi perhatian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (sesaat setelah hijrah-red) setelah membangun masjid. Masjid untuk membangun anfus (jiwa) dan pasar untuk membangun potensi amwal (harta), keduanya untuk wa jahidu bi amwalikum wa anfusikum.

Ekonomi kita masih berbasiskan ekonomi jaringan, belum berbasiskan ekonomi pasar. Yang dagang ikhwan dan akhwat, yang belanja juga ikhwan dan akhwat. Memang ekonomi jaringan itu nikmat, tapi sulit untuk menjadi besar, artinya ketemu pedagang sambil kangen-kangenan, tawar menawarnya juga enak. Dalam ekonomi kalau mau menjadi besar itu harus berbasiskan pasar.

Dalam ri’ayah iqtishadiyah, pelihara terus ekonomi jaringan, tetapi kembangkan menuju ekonomi pasar. Ekonomi jaringan itu menjadi basis ekonomi pasar. Jangan keasyikan berputar-putar di ekonomi jaringan, gak bisa besar. Sebab pasar kita terbatas. Coba hitung berapa persen kader kita yang menjadi pedagang, kemudian berapa komunitas kita yang jadi pasarnya. Apalagi kalau dibagi dengan jumlah pedagang yang berdagang dari halaqoh ke halaqoh, sehingga pembagian jumlah konsumen itu kecil.

Kita berada di negara yang pasarnya dipenuhi oleh negara-negara besar; Amerika, Eropa, Cina, dan Jepang berebut pasar Indonesia. Kenapa kita sebagai pemilik pasar tidak mendayagunakannya sebesar-besar manfaat dari pasar Indonesia ini. Pasar Indonesia ini pasar yang jika dilihat dari luas geografisnya—bahkan secara demografisnya lebih luas lagi—sama dengan London – Moskow.

Ri’ayah Siyasiyah

Komunikasi politik kita harus lebih baik antar partai-partai. Jangan ada hambatan-hambatan yang membuat komunikasi kita dengan mereka terputus. Terutama karena kita partai dakwah. Jangan ada komunikasi yang putus dengan siapa pun. PDIP mad’u (objek dakwah) kita, Golkar mad’u kita, bahkan PDS juga mad’u kita. Sebisa mungkin ada jalur komunikasi. Jika tidak ada komunikasi keumatan atau keislaman, maka bangun jalur kemanusiaan. Saya kira tidak ada partai yang anggotanya bukan manusia. Banteng simbolnya, tapi anggotanya tetap manusia.

Minimal hubungan kemanusiaan harus terbentuk dengan kelompok manapun. Ingat, seperti dulu saya tegaskan bahwa mihwar muassasi itu merupakan muqaddimah menuju mihwar dauli. Kalau kita sudah mencapai mihwar dauli, rakyat yang kita kelola itu dari beragam parpol, kelompok, dan agama; semuanya rakyat yang harus kita kelola. Harus kita layani. Jangan dibayangkan kalau sebuah partai dakwah berkuasa di sebuah negara, akan membumihanguskan golongan-golongan lain. Tidak! Karena khilafah fil ardhi, termasuk embrionya, mihwar daulah, itu juga mengemban misi rahmatan lil ‘alamin, bukan rahmatan lil mu’minin saja. Semua komponen bangsa harus menikmati kehadiran kita dalam sebuah daulah, minimal secara manusia. Terjamin hak-hak kemanusiaannya, termasuk hak-hak politiknya tidak akan diberangus. Kita akan memberikan space kepada siapa pun komponen bangsa ini—sudah tentu yang tidak bertentangan dengan konstitusi negara yang disepakati—agar mempunyai ruang hidup, baik secara politik, ekonomi, budaya, dan relijius.

Itu latihannya dari sekarang. Membangun komunikasi politik, budaya, bisnis, dan sosial dengan semua golongan, semua lapisan masyarakat, semua kelompok, semua komponen bangsa dari sekarang. Sehingga kita diakui, laik memimpin negara ini. Allahu Akbar! Insya Allah tidak lama lagi.
(sumber : intimagazine )

Senin, 13 Juni 2011

PKS Dirikan TV


Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera serta Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Sulsel dan Sulbar membuat TV digital.

Pembuatan TV ini terungkap dalam Pelatihan Humas dan Media TV Partai PKS di Hotel Celebes, Jl Gunung Latimojong, Makassar, Minggu (12/6/2011). Acara ini berlangsung selama dua hari sejak kemarin Sabtu (11/6/2011) hingga hari ini.

Kader PKS dilatih oleh beberapa jurnalis senior seperti TV One, Metro TV, dan Trans TV yang didatangkan langsung dari Jakarta.

"PKS TV ditujukan untuk mengangkat permasalahan masyarakat kekinian. Seperti potensi yang bisa mendorong pengembangan daerah. Misalnya persoalan pariwisata," tutur koordinator Humas PKS Aking kepada Tribun-timur.com.

Pelatihan TV PKS yang pertama di Makassar ini dibagi kekebeberapa kelas yakni Humas (public relation), Jurnalistik, Fotografi, dan video.

PKS TV sudah jalan kurang lebih dua bulan kini baru digelar di Makassar. Hasil liputan sementara di ditayankan melalui Youtube.

Konsep PKS TV dimana kontributornya berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) disetiap daerah dan Semua DPD PKS yg ada di seluruh Indonesia.

"Selain itu, PKS juga menayangkan potensi daerah yang selama ini belum terpublikasikan dengan baik. Misalnya di Lampung ada tambang pasir di sungai. Tidak diangkat di media lokal. Tapi diangkat di media PKS," tambah Aking

Metodenya, diterbitkan di intenet. Selama ini PKS hanya ada di youtube. Di sulsel ada 80 orang kru yang siap mensupport PKS TV. Bironya ada di setiap daerah kabupaten. (*)( sumber : Tribun Timur )

Bacalah dan Raihlah Sukses


Saya kira sudah banyak orang yang memahami bagaimana pentingnya arti membaca. Membaca adalah salah satu cara menuntut ilmu. Ilmu untuk apa? Banyak sekali mulai menuntut ilmu agama, karir, bisnis, dan sebagainya. Bahkan ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah perintah membaca.

Namun disayangkan, mengapa masih banyak orang yang menyepelekan arti membaca. Coba perhatikan bagaimana mereka mengatakan kalimat-kalimat seperti:

“Ah teori.”
“Yang penting praktek.”
“Yang penting bertindak.”

Padahal salah satu cara Allah memberi pelajaran kepada manusia ialah dengan kemampuan baca tulis. Kita diberi kemampuan untuk membaca dan menulis, artinya membaca dan menulis adalah bagian dari kehidupan kita.

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.” (QS. ‘Alaq:3-4).

Membaca memang tidak memberikan hasil yang instan. Memang diperlukan tindakan setelah membaca. Tapi ketahuilah ada perbedaan kualitas tindakan antara orang yang malas membaca dengan orang yang mau membaca. Itulah mengapa tenaga terdidik memiliki gaji yang lebih besar daripapada pekerja yang tidak terdidik.

Pembelajaran berkesinambungan adalah persyaratan minimum untuk sukses dalam bidang apapun. ~Denis Watley

“Banyak pebisnis sukses yang sekolahnya rendah dan tidak suka membaca.”

Memang ada. Tapi para pebisnis besar, sekali lagi para pebisnis besar, adalah orang yang mau membaca. Bisa digambarkan dari anjuran mereka untuk membaca, Robert T Kiyosaki menyuruh kita rajin membaca agar kita melek finansial. Donald Trump juga menyuruh kita mau belajar. Termasuk Denis Watley yang kita kutip kata-katanya.

Tung Desem Waringin sampai menghabiskan ribuan dolar untuk belajar ke Amerika. Saat saya membaca bukunya, tergambar jelas bahwa isi bukunya adalah selain isi dari pengalamannya juga terinspirasi oleh banyak buku lain. Saya yakin Tung Desem Waringin pun suka membaca.

Mungkin, untuk jaman sekarang masih memungkinkan seorang yang miskin informasi untuk sukses. Namun, saya memprediksi untuk masa depan akan semakin sempit saja peluangnya. Misalnya, ada dua orang yang sama-sama bekerja keras, si A memiliki informasi yang lengkap dan benar, sementara si B tidak memiliki informasi yang memadai. Mana yang memiliki peluang sukses lebih besar?

Yang salah adalah saat orang yang rajin belajar namun tidak mengaplikasikan dan tidak menggunakan ilmunya. Dia hanya membaca tetapi tidak pernah mengambil tindakan. Perilaku seperti inilah yang tidak boleh. Orang seperti ini memiliki peluang yang lebih kecil dibanding orang yang mau bekerja keras meski dia kurang ilmu.

Bacalah, bacalah Al Quran untuk sukses dunia akhirat. Bacalah buku bisnis untuk sukses bisnis. Bacalah buku pengembangan diri untuk sukses mengembangkan diri. Bacalah buku karir untuk sukses karir.(sumber:Motivasi Islam)

Empat Lawan Empat


Saat Abdurrahman bin Muljam berhasil menikam Ali bin Abi Thalib r.a, Al-Hasan puteranya menghampiri seraya menangis. Duka anaknya disambut Ali dengan nasihat berharga.
"Wahai anakku, camkan empat hal dan empat hal lagi dari diriku."
"Apa itu ayah?"
"Kekayaan yang paling berharga adalah akal. Kefakiran yang paling besar adalah kebodohan. Sesuatu yang paling keji adalah sifat ujub (bangga diri), dan kemuliaan yang paling tinggi adalah akhlak yang mulia".
"Lalu empat yang lain lagi apa ayah?"
"Janganlah engkau bersahabat dengan orang bodoh, karena ia akan memanfaatkan dirimu demi bahayamu. Janganlah engkau bersahabat dengan seorang pendusta,karena ia akan mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat kepadamu. Janganlah engkau bersahabat dengan orang bakhil,karena ia akan mengabaikan kamu saat kau membutuhkannya. Dan janganlah engkau bergaul dengan orang yang suka melakukan dosa, karena ia akan menjual dirimu dengan harga murah".

Minggu, 12 Juni 2011

BPEK DPD PKS Cianjur Selenggarakan Pelatihan Kewirausahaan

Untuk lebih meningkatkan gairah berwirausahaan di kalangan simpatisan dan kader, Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Kewirausahaan DPD Partai Keadilan Sejahtera Kabupaten Cianjur pada hari minggu 12 Juni 2011 mengadakan Pelatihan Kewirausahaan yang mengambil tema " How To Be Entrepreneur ".
Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Kewirausahaan ( BPEK ), Agus Sunandar,SE mengajak para kader dan simpatisan untuk memulai ,bergerak dan memajukan usaha yang sedang dirintis atau dikerjakan. Acara yang diselenggarakan di Aula Restaurant Simpang Raya Jl.Dr.Muwardi itu dihadiri oleh sekitar 150 orang simpatisan dan kader yang berada di wilayah Cianjur.
Sementara itu Ketua DPD PKS Kab. Cianjur, Teguh Agung NM,S.Si dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan di adakannya pelatihan kewirausahaan ini diharapkan para kader dan simpatisan akan mempunyai keterampilan dalam berbisnis sehingga para kader dan simpatisan dapat lebih mandiri dan berkecukupan dari segi penghasilan.
Tampil sebagai Pembicara atau Motivator - Riza Zachorias,SE - CEO Sygma Media Arkan/Syamil Qur'an dan Hasan Basri,S.Hum

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More